Konsep, Definisi, Dan Unsur Tanggung Jawab
Kelas : 1KA14
Zaki Nur Averus (16119822)
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Sistem Informasi
Universitas Gunadarma
Jakarta
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
BAB I KONSEP
Konsep Tanggung Jawab Dalam Makna Responsibility………………………….
Konsep Tanggung Jawab Dalam Makna Liability………………………………..
Tanggung Jawab sebagai Fakta Terberi Eksistensial ……………………………
Tanggung Jawab Non Normatif.…………………………………………………
Tanggung Jawab Substitusional…………………………………………………
Tanggung Jawab: Struktur Hakiki dari Subjektivitas……………………………
Tanggung Jawab: Dasar bagi Eksistensi…………………………………………
BAB II
DEFINISI.......………………………………………………………………….
BAB III UNSUR
BAB III UNSUR
Kesadaran……………………………………………………………………………….
Kesukaan/Kecintaan…………………………………………………………………….
Keberanian………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………
Kesukaan/Kecintaan…………………………………………………………………….
Keberanian………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………
KONSEP TANGGUNG JAWAB
Konsep Tanggung Jawab Dalam Makna Responsibility
Burhanuddin Salam, dalam bukunya “Etika Sosial”, memberikan pengertian bahwa responsibility is having the character of a free moral agent; capable of determining one’s acts;capable deterred by consideration of sanction or consequences. (Tanggung jawab itu memiliki karakter agen yang bebas moral; mampu menentukan tindakan seseorang; mampu ditentukan oleh sanki/hukuman atau konsekuensi).
Setidaknya dari pengertian tersebut, dapat kita ambil 2 kesimpulan :
a)harus ada kesanggupan untuk menetapkan suatu perbuatan; dan
b)harus adakesanggupan untuk memikul resiko atas suatu perbuatan.
Konsep Tanggung Jawab Dalam Makna Liability
Berbicara tanggung jawab dalam makna liability, berarti berbicara tanggung jawab dalam ranah hukum, dan biasanya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab keperdataan. Dalam hukum keperdataan, prinsip-prinsip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsure kesalahan (liability based on fault).
2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga(presumption of liability).
3. Prinsip tanggung jawab mutlak(absolute liability or strict liability).
Selain ketiga hal tersebut, masih ada lagi khusus dalamgugatan keperdataan yang berkaitan dengan hukum lingkungan ada beberapa teori tanggungjawab lainnya yang dapat dijadikan acuan, yakni :
1)Market share liability.
2)Risk contribution.
3)Concert of action.
4)Alternative liability.
5)Enterprise liability.
Tanggung Jawab Sebagai Fakta Terberi Eksistensial
Levinas telah meletakkan etika-tanggung jawab yang pada dasarnya ia pahami sebagai tanggung jawab melalui dan bagi yang lain. Tanggung jawab terjadi pada saat Wajah tampil dan sifatnya absolut. Pada hakekatnya, tanggung jawab bagi Yang Lain bukan berasal dari inisiatifku, melainkan menduhului kebebasanku. Tanpa diperintah oleh pihak lain, saya sudah dan harus bertanggung jawab pada Wajah yang tampil. Dengan kata lain, bertanggung jawab terhadap orang lain bukanlah suatu perintah. Karena bukan suatu perintah, maka saya tidak dapat mengelak dari tanggung jawab itu. Levinas mengatakan, “pada saat orang lain memandang saya, saya bertanggung jawab terhadap dia dan tanggung jawab itu bertumpu pada saya”
Tanggung jawab sudah mendahului atau mendasari sikap dalam bahasa sehari-hari kita sebut “tanggung jawab” (misalnya tanggung jawab orang tua terhadap anak-anak mereka). Levinas menegaskan bahwa begitu seseorang menghadap, dan sebelum saya sempat mengambil sikap terhadapnya - misalnya apakah saya menerima baik, atau menolak orang itu - saya sudah dibebani tanggung jawab atasnya. Tanggung jawab primordial itu baru membuka kemungkinan untuk mau bersikap tanggung jawab atau tidak mau. Tanggung jawab sudah diatributkan pada saya sebelum atau mendahului inisiatifku. Artinya, tanggung jawab bukanlah suatu dorongan atau sikap altruistik. Tanggung jawab adalah data pertama yang mendasari segala sikap yang diambil. Tanggun jawab menjadi data paling mendasar dan titik tolak segala sikap dan tindakan, yakni saya ada demi orang lain. Jelaslah bahwa tanggung jawab yang dimaksudnya adalah tanggung jawab yang bukan dimulai dari suatu komitmen dan keputusan, tanpa prinsip (arche) dan asal usul (origin), karena tanggung jawab itu berada di luar pengetahuan.
Tanggung Jawab Non Normatif
Levinas tidak memberikan suatu perintah atau peraturan tertentu sebagai landasan dalam tanggung jawab. Di sini ia tidak berbicara secara normatif. Bukan normatif dalam arti bahwa Levinas tidak mengatakan: kita harus memperhatikan orang lain, harus menghormatinya, harus bersedia bertanggung jawab atasnya. Ia tidak memberikan suatu aturan yang harus kita laksanakan, karena ia berbicara secara fenomenologis dengan menunjuk pada sebuah kenyataan dalam kesadaran kita. Levinas ingin menjelaskan bahwa berhadapan dengan orang lain kita selalu sudah terikat tanggung jawab atasnya, dan segala sikap yang kita ambil dalam kesadaran sehari-hari berdasar pada tanggung jawab itu. Ia mau membuka mata kita akan suatu lapisan kenyataan dalam kesadaran yang umumnya tidak diperhatikan. Kita biasanya tenggelam dalam hiruk pikuk kesibukan sesaat, tapi sebenarnya beban tanggung jawab primordial itulah dorongan dasar segala perhatian dan keprihatinan kita.
Tanggung Jawab Substitusional
Levinas memahami tanggung jawab atas perbuatan dan kesalahan orang lain. Dalam konteks inilah, ia menggunakan istilah substitution. Substitution berarti saya mengganti tempat orang lain atau menjadi sandera bagi orang lain. Ia menunjukkan bahwa dalam tanggung jawab primordial atas orang lain terjadi suatu substitusi atau pergantian: saya mengambil tempat orang lain. Tanggung jawab saya atas orang lain itu bersifat total. Total dalam arti saya tersubtitusi bagi orang lain atau saya berada di tempatnya. Beban orang lain menjadi beban saya, tanggung jawab orang lain menjadi tanggung saya. Artinya, tanggung jawab harus dipahami secara pasif, yang mana tanggung jawab itu berlangsung di luar kebebasanku. Dalam tanggung jawab saya serentak menggantikan posisi orang lain pada saat yang sama. Tanggung jawab seperti ini berbeda sekali dengan pemahaman tanggung jawab secara ontologis. Tanggung jawab tidak dapat diukur menurut kebebasan. Saya bertanggung jawab atas apa yang tidak saya perbuat, malah atas apa yang diperbuat orang terhadap saya. Saya bertanggung jawab atas kesalahan dan kelalaian orang lain. Saya bertanggung jawab atas kemalangan, kebiadaban atau luka dari orang lain. Bertanggung jawab atas orang lain adalah bertanggung jawab atas luka dan penderitaan orang lain. Dengan kata lain, saya menjadi sandera dan terdakwa (accesary to his fault). Saat bertemu dengan orang lain, seluruh perhatian saya dibajak oleh orang lain. Sebelum saya mengambil sikap atau aksi, saya sudah tersandera. Tanpa berbuat apa-apa, saya sudah menjadi terdakwa atau teraniaya oleh orang lain karena tanggung jawab terhadapnya bersifat total. Karena itu saya mengambil tempatnya atau saya menjadi substitutnya (Magnis-Suseno, 2006: 103). Levinas menyebut tanggung jawab ini sebagai tanggung jawab substitusional (substitutional responsibility).
Konsep Levinas tentang tanggung jawab sustitusional ini diinsipirasikan oleh Talmud. “Saya” adalah Mesias, kata Levinas. A mencari insipirasi dalam alkitabiah tentang Mesias yang menderita untuk orang lain sambil memberikan pendasaran filosofis. Saya bertanggung jawab atas kesalahan orang lain. Dengan demikian saya tampil sebagai penebus. Tanggung jawab menjadi tindakan penebusan, karena menanggung kesalahan orang lain seperti kesalahan sendiri, dan bahkan berusaha memperbaiki kesalahan. Artinya, saya berusaha mengangkat orang lain keluar dari kesalahannya.
Tanggung Jawab: Struktur Hakiki dari Subjektivitas
Tanggung jawab atas orang lain punya makna mendalam bagi saya sebagai subjek yang bertanggung jawab. Tanggung jawab menjadi struktur hakiki dari saya sendiri. Levinas menegaskan, “Di dalam buku ini saya berbicara tanggung jawab sebagai struktur esensial, hakiki dan fundamental dari subjektivitas. Karena itu, saya menguraikan subjektivitas dalam konteks etis. Di sini etika bukan suatu tambahan dari suatu dasar eksistensial yang terdahulu,”. Levinas hendak menegaskan bahwa tanggung jawab adalah sesuatu yang mutlak bagi subjektivitasku. Dengan demikian, bagi Levinas subjektivitas itu sendiri secara radikal merupakan tanggung jawab. Tanggung jawab itu adalah jawaban terhadap perintah yang dialamatkan untuk melakukan perbuatan yang nyata. Tanggung jawab itu adalah berhubungan dengan orang lain. Tanggung jawab mendasari eksistensiku. Ia memahami subjektivitas dalam konteks etis. Tanggung jawab bukanlah suatu peristiwa aksidental, suatu tambahan pada basis eksistensial yang sudah terdapat sebelumnya.
Tanggung Jawab: Dasar bagi Eksistensi
Tanggung jawab menjadi dasar dari eksistensi saya. Subjektivitas saya sungguh-sungguh eksis karena saya sendiri adalah subjek yang bertanggung jawab. Saya ada untuk orang lain berarti bertanggung jawab atasnya. Dengan kata lain, subjektivitas ditentukkan oleh adanya sikap tanggung jawab. Jadi tidak mungkin mengatakan bahwa subjektivitasku ada dan berdiri kuat tanpa bertanggung jawab atas orang lain. Sebaliknya, apabila tanggung jawab hanyalah unsur aksidental dari eksistensiku, maka tanggung jawab hanya sebagai suatu atribut dari saya. Hal yang sama pula diungkan oleh Hintzze, yakni kehadiran wajah (orang lain) mendorong saya untuk melakukan sikap persaudaraan terhadap sesama. Levinas memahami tanggung jawab sebagai jalan yang melaluinya saya mendekati orang lain sebagai yang lain dan sebaliknya bukan sebagai suatu objek. Ia berusaha memberikan suatu pendasaran filosofis bagi subjektivitas yang sama sekali berlainan dari Cogito ergo sum dari Descartes.
DEFINISI TANGGUNG JAWAB
Tanggung Jawab adalah kesadaran
manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran
akan kewajibannya (Widagdho, 2017:144)
Seorang mahasiswa mempunyai
kewajiban belajar. Bila belajar, maka hal itu berarti ia telah memenuhi kewajibannya.
Berarti pula ia telah bertanggung jawab atas kewajibannya. Sudah tentu bagaimana
kegiatan belajar mengajar si mahasiswa, itulah pertanggung jawabannya. Bila pada
ujian ia mendapat nilai A, B, atau C itulah kadar pertanggung jawabannya.
Bila si mahasiswa malas belajar,
dan ia sadar akan hal itu. Tetapi ia tetap tidak mau belajar dengan alasan
capek, segan dan lain-lain. Padahal ia mengahadapi ujian. Ini berarti bahwa si
mahasisaw tidak memenuhi kewajibannya, berarti pula ia tidak bertanggung jawab.
Manusia pada hakikatnya adalah
makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia, selain
merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk tuhan.
Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia
mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual ataupun teologis.
Dalam konteks sosial manusia
merupakan makhluk sosial, ia tidak dapat hidup sendirian dengan perangkat,
nilai-nilai selera sendiri, nilai-nilai yang diperankan seseorang dalam jalinan
sosial haru dipertanggungjawabkan sehingga tidak menggangu konsensus nilai yang
telah disetujui bersama. (Widagdho, 2017:145)
Kita mesti mempelajari bagaimana
hubungan antara pikiran dan tindakan untuk memahami di mana lokus atau tempat
tanggung jawab. Pertanyaan yang harus diajukan mengenai tindakan-tindakan
manusia tersebut adalah menilainya dengan menanyakan apa motivasi, keinginan, intensi, alasan di belakang tindakan tersebut (Sutrisno,
1993:76). Selanjutnya Sutrisno menjelaskan bahwa motivasi, intensi, alasan,
tekad semuanya adalah pokok isi dari filsafat mengenai akal (status mental atau
situasi pertimbangan akal orang itu). Tiap tindakan manusia selalu sudah disertai
pertimbangan akal, status mental atau status pertimbangan yang menyertai suatu
tindakan inilah “locus” atau tempat
kita membahas mengenai apa yang disebut “tanggung jawab”. (Sulaeman, 2018:124)
Tanggung jawab erat kaitannya
dengan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban
merupakan tandingan terhadap hak, dan dapat juga tidak mengacu kepada hak, maka
tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung terhadap kewajibannya.
Pembagian kewajiban bermacam-macam
dan berbeda-beda. Setiap keadaan hidup menentukan kewajiban yang tertentu. Status
dan peranan menentukan kewajiban seseorang. Kewajiban dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Kewajiban
terbatas: kewajiban ini tanggung jawabnya diberlakukan kepada setiap orang,
sama, tidak dibeda-bedakan. Contohnya undang-undang larangan membunuh, mencuri,
yang di sampingnya dapat diadakan hukuman-hukuman.
2. Kewajiban
tidak terbatas: kewajiban ini tanggung jawabnya diberlakukan kepada semua
orang, tanggung jawab terhadap kewajiban ini nilainya lebih tinggi, sebab
dijalankan oleh suara hati, seperti keadilan dan kebajikan. (Sulaeman,
2018:126)
Orang yang bertanggung jawab dapat
memperoleh kebahagian, sebab dapat menunaikan kewajibannya. Kebahagiaan tersebut
dapat dirasakan oleh dirinya atau orang lain. Sebaliknya, orang yang tidak bertanggung jawab akan menghadapi kesulitan,
sebab ia tidak mengikuti aturan, norma, atau nilai-nilai yang berlaku.
Problema utama yang dirasakan zaman
sekarang, sehubungan dengan masalah tanggung jawab, adalah berkaratnya atau
rusaknya perasaan moral dan rasa hormat diri terhadap pertanggungjawaban. (Widagdho,
2017:146)
Orang yang bertanggung jawab itu
adil atau mencoba berbuat adil. Tetapi, adakalanya orang yang bertanggung jawab
tidak dianggap adil karena runtunya nilai- nilai yang dipegangnya. Orang yang
demikian tentu akan mempertanggungjawabkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Dia tidak
nampak, tetapi menggerakkan dunia dan mengaturnya. Jadi, orang semacam ini akan
bertanggung jawab kepada Tuhannya. (Sulaeman, 2018:126)
UNSUR-UNSUR TANGGUNG JAWAB
dari
segi filsafat, suatu tanggung jawab itu sedikitnya didukung oleh tiga unsur
pokok, yaitu : kesadaran, kecintaan/kesukaan, dan keberanian.
1. Kesadaran
Sadar berisi pengertian : tahu,
kenal, mengerti dapat memperhitungkan arti, guna sampai kepada soal akibat dari
sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang dihadapi. Seseorang baru dapat diminta
tanggung jawab, bila ia sadar tentang apa yang diperbuatnya.
Dengan dasar pengertian ini kiranya
dapat dimengerti, apa sebab ketiga golongan (si bocah, si kerbau, dan si gila )
adalah tidak wajar bila diminta atau dituntut supaya bertanggung jawab sebab,
baik kepada si bocah, si kerbau, dan si gila, kesemua mereka ini, bertindak
tanpa adanya kesadaran, artinya mereka sama sekali tidak mengerti, akan guna
dan akibat dari perbuatannya.
Cinta, suka menimbulkan rasa
kepatuhan, kerelaan, dan kesediaan berkorban. Cinta pada tanah air menyebabkan
prajurit-prajurit kita rela menyabung nyawa untuk mempertahankan tanah air
tercinta. Sadar akan arti tanggungjawablah, menyebabkan mereka patuh berdiri di
bawah terik matahari atau hujan lebat untuk mengawal, dilihat atau tidak
diawasi.
3. Keberanian
Berani berbuat, berani
bertanggungjawab. Berani disini didorong oleh rasa keikhlasan, tidak bersikap
ragu-ragu dan takut terhadap segala macam rintangan yang timbul kemudian
sebagai konsekueansi dari tindak perbuatan. Karena adanya tanggung jawab
itulah, maka seseorang yang berani, juga memerlukan adanya pertimbangan
pertimbangan, perhitungan dan kewaspadaan sebelum bertindak, jadi tidak
sembrono atau membabi buta.
Keberanian seorang prajurit adalah
keberanian yang dilandasi oleh rasa kesadaran, adanya rasa cinta kepada tanah
air, dimana ketiga unsur kejiwaan tersebut tersimpul ke dalam satu sikap:
“Keikhlasan dalam mengabdi, dan dengan penuh rasa tanggung jawab“, dalam
menunaikan tugas dan darma bakti kepada negara dan bangsa
(www.neliti.com)
Daftar Pustaka
1. Widagdho, Djoko, dkk. 2017. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : PT
Bumi Aksara.
2. Sulaeman, M. Munandar.
2018. Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Sosial Budaya/Social Culture. Bandung :
PT Refika Aditama.
3. www.neliti.com, "Etika Tanggung Jawab Emmanuel Levinas", diakses pada 25 Maret 2020, dari https://www.neliti.com/id/publications/228436/etika-tanggung-jawab-emmanuel-levinas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar